Walhi: Usai Di Embargo, Astra Agro Lestari Makin Masif Intimidasi Petani di Sulteng
LIKEIN, JAKARTA – Dua perusahaan Internasional pekan lalu memutuskan berhenti membeli sawit dari perusahaan Indonesia. PepsiCo dan FrieslandCampina menyusul enam perusahaan internasional lainnya seperti L’Oréal, Nestle, Hershey’s, Procter & Gamble, Colgate-Palmolive and Danone menangguhkan Astra Agro Lestari (AAL) dari rantai pasok minyak sawit mereka.
Walhi Sulteng menyebut, penangguhan atau embargo tersebut disebabkan Astra Agro Lestari melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia dengan melakukan perampasan tanah dan kriminalisasi kepada masyarakat petani di Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat serta kerusakan ekologis.
Dalam catatan Walhi Sulawesi Tengah, sebanyak 10 masyarakat telah dikriminalisasi dengan motif yang relatif sama, yaitu tuduhan mencuri buah sawit, pendudukan lahan tanpa izin dan pengancaman.
Pasca ditangguhkan oleh perusahaan internasional, alih-alih menunjukan tindakan perbaikan, Astra Agro Lestari justru memperketat penjagaan di lapangan.
Ambo Enre, salah satu petani di Morowali Utara menyampaikan bahwa beberapa hari terakhir, puluhan personil brimob bersenjata lengkap menjaga kawasan yang dikuasai oleh PT Agro Nusa Abadi (PT ANA).
“Saya dan petani lainnya didatangi brimob bersenjata lengkap, mereka melarang kami beraktivitas, karena mereka bilang kawasan itu milik perusahaan. Tidak ada tindakan perbaikan dari Astra Agro Lestari, justru intimidasi semakin massif mereka lakukan” kata Ambo.
Ambo menambahkan bahwa saat ini yang dibutuhkan masyarakat adalah tindakan tegas dari pemerintah.
“Mau minta cabut izin, izin apa yang mau dicabut, PT ANA kan tidak punya izin. Pemerintah seharusnya langsung ambil alih kawasan tersebut, lalu segera kembalikan tanah milik petani dan kami juga mau bebaskan kawan kami Gusman dan Sudirman, serta berhenti mengkriminalisasi dan mengintimidasi masyarakat.” ungkapnya.
Gusman dan Sudirman ditahan setelah pengadilan menyatakan bahwa mereka terbukti bersalah mencuri buah sawit milik PT ANA. Padahal, menurut Yansen Kudimang, salah satu kuasa hukum Gusman dan Sudirman menyatakan bahwa mereka menemukan kontradiktif dalam persidangan.
“Yang menjadi dasar penuntut umum adalah izin lokasi dan izin usaha perkebunan, dua dasar ini berkaitan dengan tanah, namun dalam putusan hakim menyatakan ini sebagai pidana murni. Tidak diuraikan persoalan tanah nya, di mana PT ANA beroperasi tanpa HGU di atas tanah milik Gusman dan Sudirman yang telah dikelola sejak sebelum PT ANA ada di sana” jelas Yansen.
Direktur WALHI sulteng Sunardi Katili mengatakan bahwa kompleksitas konflik agraria ini merupakan tanggung jawab negara. Negara seharusnya bertanggung jawab atas apa yang dialami masyarakat di lingkar PT Agro Nusa Abadi, PT Mamuang dan PT Lestari Tani Teladan, secara khusus tiga kemeterian yaitu KLHK, ATR/BPN dan Kementerian Pertanian dan Perkebunan.
Perjuangan yang WALHI dan komunitas lakukan tidak akan berhenti pada penangguhan delapan perusahaan internasional, melainkan hingga hak-hak masyarakat kembali, yaitu tanah dan hak untuk mendapatkan hidup yang aman dan baik,” pungkas Sunardi. (Sadam/Kn)