Rusia Bakal Gandeng Indonesia Geser Dolar AS Hadapi Perang Ekonomi

waktu baca 2 menit
Ilustrasi Rupiah mata uang Indonesia. Foto : Likein.id

LIKEIN, RUSIA – Rusia berencana menggantikan Dolar AS dalam perdagangan ke negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia.

Rencananya Rusia akan menggeser Dolar AS dan menggantinya dengan mata uang yang banyak digunakan di Rusia yakni Rubel Rusia, Yuan Tiongkok, dan Dirham dari Uni Emirat Arab (UEA).

Trend ini mencuat setelah Kementerian Luar Negeri Rusia mengumumkan kebijakan tersebut, Rabu (12/7/2023).

Melansir kantor berita Russia Today (RT), Kamis (13/7/2023) bahwa langkah tersebut dilakukan sebagai bagian dari dorongan Moskow untuk membuang dolar AS dan Euro dalam penyelesaian bisnis.

Baca Juga :   Presiden Ukraina Kecewa Ditinggalkan Sendiri Hadapi Rusia

Negara Beruang Merah tersebut menyatakan akibat sanksi Barat terhadap Moskow perputaran perdagangan antara Rusia dan negara-negara di Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) menurun sebesar 4,4% pada tahun 2022.

“Untuk memperbaiki situasi, Rusia sedang berupaya meluncurkan konsultasi untuk memperkenalkan mata uang nasional dalam penyelesaian bersama,” Kata Kementerian Luar Negeri di situs resminya.

ASEAN adalah persatuan politik dan ekonomi, Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.

Sementara itu Menteri Luar Negeri Rusia Lavrov dikabarkan akan terbang ke Indonesia dalam minggu ini untuk bertemu dengan rekan-rekannya di ASEAN untuk membina hubungan yang lebih kuat.

Baca Juga :   Jaga Keberlangsungan UMKM, Barang Impor di Bawah Rp1,5 Juta Bakal Dilarang Dijual di Marketplace

Menyusul pengenaan sanksi, Rusia dan mitra dagangnya di antara negara-negara berkembang telah mengintensifkan upaya untuk mengurangi penggunaan sistem keuangan Barat dan mengganti dolar AS dan euro dengan mata uang nasional untuk penyelesaian perdagangan.

Isu ini akan dieksekusi dengan matang dan didukung oleh anggota BRICS, blok ekonomi yang menyatukan Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, serta banyak negara lain yang ingin bergabung dengan serikat tersebut .(Sadam/Kn)

Facebook Comments Box