Panen Beras Petani Lokal Sulteng Surplus, Mengapa Bulog Masih Mengadalkan Impor?

waktu baca 2 menit
Aktivitas panen padi di Parigi Moutong, Jumat, 3 Maret 2023. (Foto: Santo)

LIKEIN, PALU – Meski disebut mengalami surplus produksi beras, kiriman beras dari luar daerah termasuk luar negeri masih menyokong kebutuhan Sulteng. Mengapa bisa terjadi?

Sulawesi Tengah berdasarkan catatan Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura menunjukan surplus produksi beras. Di tahun 2022 misalnya produksi gabah kering panen mencapai 771.525 ton atau jika dikonversi menjadi beras sebanyak 450.548 ton. Sementara konsumsi pertahun sebanyak 363.838 ton atau 86.710 ton.

Baca Juga :   Kadar SO2 dari Gunung Ruang di Sulteng Turun, Amankah?

Sedangkan di masa El Nino tahun ini luas panen di Sulteng disebut naik sekitar 6 persen dari tahun sebelumnya, produktifitas naik 9 persen, produktivitas rata-rata per kwintal naik sekitar 3 persen.

Walau dengan potensi seperti itu, kiriman beras dari luar Sulteng termasuk impor dari luar negeri tetap dilakukan Bulog.

Mengenai itu pihak Bulog Sulteng menyatakan impor beras dilakukan lantaran tidak semua hasil panen dari petani bisa diserap oleh Bulog. Hal ini lantaran Bulog memiliki harga beli tersendiri untuk menyerap beras dari petani lokal.

Karenanya Bulog hanya menyerap beras yang sesuai dengan harga yang ditetapkan yakni Rp9.950 per kilogramnya.

Baca Juga :   Kemendes Nyatakan 3 Kabupaten di Sulteng Mentas dari Status Daerah Tertinggal, Tolok Ukurnya?

“Memang ada pengadaan dalam negeri dari petani lokal tapi tantangannya banyak petani yang hanya mau menjual dengan harga lebih dari itu,” kata Kepala Bulog Sulteng, Heriswan, Selasa (5/12/2023).

Selain itu panen raya yang tidak merata akibat berbagai kondisi seperti El Nino turut memengaruhi serapan beras petani lokal.

Berdasarkan data Bulog Sulteng sendiri, di tahun 2022 lalu serapan beras dari petani lokal sebanyak 7.500 ton dari target 29 ribu ton juga karena penyebab itu. (Santo)

Facebook Comments Box