MUI Sambut Baik Aturan Pengeras Suara

waktu baca 4 menit
MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis. Foto : @cholilnafis (Tangkapan layar)

LIKEIN, PALU – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis, sambut baik Surat Edaran (SE) Nomor 5 tahun 2022, soal penggunaan pengeras suara dalam masjid dan mushola yang rilis oleh Menteri Agama (Menag) beberapa waktu lalu.

Menurut Cholil, pada cuitan akun twitter nya, aturan Menag tersebut perlu juga untuk rumah ibadah lain.

“SE Nomor 5 itu perlu untuk memaksimalkan pembinaan umat agar tak mematikan syiar Islam dan tak salah paham, rumah ibadah lain pun baiknya Menag buatkan aturan juga,” cuit @cholilnafis pada akun Twitter pribadinya, Selasa 22 Februari 2022.

Dalam cuitan twitternya juga dituliskan, ia menilai pedoman tersebut berguna untuk mengatur penggunaan speaker masjid, khususnya pada wilayah perkotaan.

“SE 5 Tahun 2022 Menag, sebagai pedoman penggunaan pengeras suara pada masjid, khususnya bagi umat dalam wilayah perkotaan yang penduduknya padat,” tulisnya.

Agar tidak menyulut respon yang berseberangan, Cholil meminta agar pemanfaatan SE tersebut, dapat berguna bagi upaya pembinaan umat.

Salah satu poin penting yang teratur dalam SE itu, yaitu volume pengeras suara masjid dan mushola, maksimal 100 desibel (dB) dan takbiran dengan speaker luar maksimal sampai pukul 22.00 serta lanjut dengan memakai speaker dalam.

SE ini bersifat pedoman dan tidak mengatur sanksi bagi yang tidak mematuhinya. SE ini adalah pembaruan dari Instruksi Direktur Jenderal (Dirjen) Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam yang rilis pada tahun 1978.

Berikut adalah ketentuan dalam Surat Edaran Menteri Agama tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara Masjid dan Mushola.

Umum
A. Pengeras suara terdiri atas pengeras suara dalam dan luar.

Pengeras suara dalam merupakan perangkat yang berfungsi atau mengarahkan ke dalam ruangan masjid dan mushola.

Sedangkan pengeras suara luar fungsinya ke luar ruangan.

B. Penggunaan pengeras suara pada masjid dan mushola mempunyai tujuan.

1) Mengingatkan kepada masyarakat melalui pengajian Al-Qur’an, sholawat atas Nabi, dan suara adzan sebagai tanda masuknya waktu shalat fardhu.

2) Menyampaikan suara muazin kepada jemaah ketika adzan, suara imam kepada makmum ketika shalat berjamaah, atau suara khatib dan penceramah kepada jemaah.

3) Menyampaikan dakwah kepada masyarakat secara luas baik dalam maupun luar masjid dan mushola.

Pemasangan dan Penggunaan Pengeras Suara

A. Pemasangan pengeras suara terpisah antara fungsi luar dengan dalam masjid dan mushola.

B. Untuk mendapatkan hasil suara yang optimal, hendaknya melakukan pengaturan akustik yang baik.

C. Volume pengeras suara teratur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (seratus desibel).

D. Dalam hal penggunaan pengeras suara dengan pemutaran rekaman, hendaknya memperhatikan kualitas rekaman, waktu, juga bacaan akhir ayat, selawat dan tarhim.

Tata Cara Penggunaan Pengeras Suara

A. Waktu Shalat

1) Subuh
A) Sebelum adzan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat dan tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dalam, dengan jangka waktu paling lama 10 menit.

B) Pelaksanaan shalat Subuh, zikir, doa, dan kuliah subuh menggunakan pengeras suara dalam.

2) Dzuhur, Ashar, Magrib, dan Isya
A) Sebelum adzan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat dan tarhim dapat menggunakan pengeras suara luar dalam, dengan jangka waktu paling lama lima menit.

B) Menggunakan pengeras suara dalam sesudah azan berkumandang.

3) Jum’at
A) sebelum adzan pada waktunya, pembacaan Al-Qur’an atau selawat dan tarhim, dapat menggunakan pengeras suara luar dalam, dengan jangka waktu paling lama 10 menit.

B) penyampaian pengumuman mengenai petugas Jum’at, hasil infaq sedekah, pelaksanaan Khutbah Jum’at, Shalat, dzikir, dan doa, menggunakan pengeras suara dalam.

B. Pengumandangan adzan menggunakan pengeras suara luar.

C. Kegiatan Syiar Ramadhan, gema takbir Idul Fitri, Idul Adha, dan Upacara Hari Besar Islam

1) Penggunaan pengeras suara pada bulan Ramadhan, baik dalam pelaksanaan shalat tarawih, ceramah atau kajian, dan tadarrus Al-Qur’an, menggunakan pengeras suara dalam.

2) Takbir pada tanggal 1 Syawal, 10 Zulhijjah pada masjid dan mushola, dapat menggunakan pengeras suara luar sampai dengan pukul 22.00 waktu setempat dan dapat melanjutkan dengan pengeras suara dalam.

3) Pelaksanaan Shalat Idul Fitri dan Idul Adha, menggunakan pengeras suara luar.

4) Takbir Idul Adha pada hari Tasyrik tanggal 11 sampai dengan 13 Zulhijjah, dapat berkumandang setelah pelaksanaan shalat rawatib secara berturut-turut dengan menggunakan pengeras suara dalam.

5) Upacara Peringatan Hari Besar Islam atau pengajian menggunakan pengeras suara dalam, kecuali apabila pengunjung tabligh melimpah ke luar arena masjid dan mushola, dapat menggunakan pengeras suara luar.

Memperhatikan suara yang terpancar melalui pengeras suara, terkait kualitas dan kelayakannya, suara yang tersiarkan memenuhi persyaratan.

a. Bagus atau tidak sumbang.
b. Pelafazan secara baik dan benar.

Pembinaan dan Pengawasan
A. Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Surat Edaran ini menjadi tanggung jawab Kementerian Agama secara berjenjang.

B. Kementerian Agama dapat bekerja sama dengan Pemerintah Daerah dan Organisasi Kemasyarakatan Islam dalam pembinaan dan pengawasan.

Itulah isi dari ketentuan dalam Surat Edaran Menteri Agama tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara Masjid dan Mushola. (Didi)

Facebook Comments Box