Menapak Asal Usul Wastra Kulit Kayu Sulawesi Tengah dan Pesona Hasil Olahannya

waktu baca 2 menit
Seni wastra kain kulit kayu menghiasi Pameran Garis Waktu di Museum Sulawesi Tengah pada Senin (27/5/2024). (Foto: Syarief/Likein.id)

LIKEIN, PALU – Keindahan budaya dan seni wastra kain kulit kayu menghiasi Pameran Garis Waktu di Museum Sulawesi Tengah pada Senin (27/5/2024).

Sebagai warisan tradisi dan pengetahuan yang terus berlangsung sejak zaman dahulu, wastra kulit kayu Sulawesi Tengah dijaga dengan tekun oleh para Tetua hingga kini.

Lebih dari sekadar ungkapan budaya, wastra kulit kayu juga merupakan representasi gagasan teknologi yang telah teruji mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.

Baca Juga :   Usai Culture Project, Kini Giliran Polelea Unjuk Gigi di Jakarta Kenakan Baju Adat dari Dua Daerah Sulteng

Tradisi ini tumbuh subur terutama di kalangan masyarakat yang tinggal di Lembah Bada, Lembah Behoa, Lembah Napu di Kabupaten Poso, dan Lembah Kulawi di Kabupaten Sigi. Di sana, Suku Lore dan Suku Kulawi bersama subetnis lainnya mengelola pembuatan kulit kayu menjadi kain, yang biasa disebut vuya atau kumpe.

Meskipun tidak semua jenis kayu dapat diolah menjadi kain, ada enam jenis kayu utama yang digunakan, semuanya termasuk dalam kelompok kayu beringin seperti Pohon Nunu Towula, Pohon Nunu Lero, Pohon Nunu Wiroe, Pohon Nunu Tea Tonohera, Pohon Nunu Malo/Mao dan Pohon Nunu Ivo.

Baca Juga :   Kemenkumham Sulteng Lakukan Monitoring Populasi Ikan Sidat Marmorata di Poso

Hasil olahan dari kulit kayu bervariasi, termasuk blus yang dikenal sebagai Halili, baju Tomo Ane, celana Torongkela, Siga, dan juga ikat kepala perempuan yang disebut Tali Bonto.

Di Sulawesi Tengah, kain kulit kayu umumnya digunakan oleh masyarakat sebagai perlengkapan dalam upacara adat. (Syarief/Inul)

Facebook Comments Box