Masyarakat Kalora Sigi Protes di Mapolda Sulteng, Tuntut Penghentian Proses Hukum Tanah Adat
LIKEIN, PALU – Puluhan anggota Masyarakat Adat Kalora, Kabupaten Sigi, yang tergabung dalam Front Kamalisi Menggugat, mendatangi Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Sulawesi Tengah, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Palu, pada Selasa (12/11/2024).
Aksi ini digelar untuk mendesak penghentian proses hukum terhadap masyarakat adat mereka, serta menyampaikan klarifikasi terkait pemanggilan 14 anggota masyarakat Kalora oleh pihak kepolisian.
Dengan pendampingan kuasa hukum dari Rumah Hukum Tomanuru, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kamalisi, dan Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), massa aksi menyatakan bahwa pemanggilan tersebut melanggar hak-hak mereka sebagai masyarakat adat.
Kuasa hukum masyarakat adat Kalora, Oskar, menjelaskan, meskipun mereka telah dipanggil dua kali, ketidakhadiran mereka bukanlah bentuk ketidakpatuhan, melainkan akibat tekanan dan ketakutan yang mereka rasakan.
“Mereka merasa terancam karena sejumlah oknum mengarahkan pemeriksaan ke kantor perusahaan galian C di Desa Kalora,” kata Oskar.
Oskar menambahkan, tanah bagi masyarakat adat adalah sumber kehidupan yang tidak bisa begitu saja dikuasai oleh perusahaan luar.
“Jika tanah itu dikuasai oleh pihak luar, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Tanah adalah ibu kami, sumber kehidupan kami,” tegasnya
Setelah melakukan orasi di depan Mapolda Sulteng, perwakilan masyarakat adat Kalora beserta kuasa hukum dan perwakilan AMAN Kamalisi akhirnya diterima masuk untuk memberikan klarifikasi terkait ketidakhadiran mereka dalam pemanggilan.
“Penyampaian dari pihak kepolisian terkait pemanggilan ini hanya bersifat biasa karena mereka mendapat laporan. Klarifikasi akan dijadwalkan ulang dengan penyidik,” ujar Oskar setelah keluar dari ruang pemeriksaan.
Juru Bicara Front Kamalisi Menggugat, Demus Paridjono, turut menyuarakan penolakannya terhadap upaya penguasaan tanah adat oleh pihak luar.
“Kami harus berdaulat dan merdeka di tanah kami sendiri. Sebelum ada negara, masyarakat adat sudah ada,” seru Demus dalam orasinya.
Ia juga mendesak Kapolda Sulawesi Tengah untuk menghentikan proses hukum yang menimpa masyarakat adat Kalora.
“Hentikan proses pemanggilan ini dan tegakkan hukum seadil-adilnya,” tambahnya.
Front Kamalisi Menggugat terdiri dari berbagai organisasi masyarakat sipil, di antaranya AMAN Kamalisi, BPAN Kamalisi, BPAN Sulteng, Celebes Bergerak, PPMAN, Rumah Hukum Tomanuru, PEREMPUAN AMAN, JATAM Sulteng, WALHI Sulteng, dan AMAN Sulteng.
Bersama-sama, mereka memperjuangkan hak masyarakat adat Kalora agar tanah mereka tidak jatuh ke tangan perusahaan yang merusak lingkungan dan merampas hak hidup masyarakat adat. (Nasrullah/Inul)