Krisis Iklim dan Tanda-Tandanya di Sulawesi Tengah, Apa Saja?
LIKEIN, PALU – Masyarakat disebut masih butuh edukasi yang masif tentang tentang krisis iklim sedang terjadi termasuk di Sulawesi Tengah.
Hal tersebut mengemuka saat dialog ‘Membaca Krisis Iklim, Adaptasi, dan Mitigasinya’ yang digelar dalam Festival Media 2023 yang tahun ini bertema ‘Aksi Media untuk Perubahan iklim, dan Energi Baru Terbarukan’ di Taman GOR Palu, Minggu (10/12/2023).
Koordinator Bidang Informasi dan Data Stasiun Pemantau Atmosfer Global Lore Lindu Bariri, Solih Alfiandy mengungkapkan trend pemanasan global terus naik dan berdampak pada semua wilayah di dunia termasuk Sulawesi Tengah.
Berdasarkan data kata Solih, kurun 44 tahun sejak 1976 sampai 2020 suhu rata – rata Kota Palu mengalami trend kenaikan dari 27,1 menjadi 27,5 derajat seiring gas rumah kaca yang terus timbul. Kenaikan suhu 1 sampai 3 derajat celcius juga terjadi pada permukaan laut.
Tanda lain terjadinya krisis iklim adalah berubahnya pola hujan yang kini dominasi hujan intensitas sedang hingga lebat namun dengan durasi singkat.
“Sebenarnya bukan perubahan iklim melainkan krisis iklim yang sedang terjadi saat ini,” kata Solih yang menjadi salah satu narasumber dialog itu.
Berubahnya pola cuaca akibat krisis iklim itu jika tidak dibarengi adaptasi dan mitigasi dikhawatirkan berdampak pada aspek-aspek lain seperti krisis pangan, kesehatan, bahkan sosial.
Mitigasi bisa dilakukan dengan memperkaya pengetahuan tentang krisis iklim serta perubahan gaya hidup seperti pengurangan penggunaan plastik dan menjaga serta mengembangkan zona hijau pepohonan yang berfungsi menyerap emisi karbon yang berkontribusi pada tebalnya lapisan atmosfer yang beriakibat perubahan iklim.
Kabid Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan DLH Sulteng, Natsir Mangge mengatakan perlu ada kesadaran dan keterlibatan semua pihak dalam upaya mengatasi perubahan iklim tidak hanya masyarakat namun juga perusahaan.
“Kami di DLH tentu tidak bisa bekerja sendiri apalagi dampaknya dirasakan oleh masyarakat,” Natsir mengatakan.
Salah satu yang terus dilakukan DLH kata Natsir adalah pengawasan ketaatan terhadap izin perusahaan yang berkaitan dengan lingkungan dan program-program yag berkaitan dengan tanggung jawab perusahaan terhadap kelestarian lingkungan.
Walau begitu Natsir mengakui pihaknya masih butuh masukan dari semua pihak agar upaya membangun ketangguhan terhadap krisis iklim dilakukan maksimal.
Upaya membangun ketangguhan itu juga disebut menuntut peran media massa dan jurnalis Sulawesi Tengah. Sekretaris AJI Kota Palu, Kartini Nainggolan mengungkapkan jurnalis mengambil peran sebagai sumber literasi publik untuk isu-isu krisis iklim.
Karenanya jurnalis dituntut meningkatkan wawasannya.
“Ini juga menjadi tanggung jawab pengelola media massa untuk meningkatkan kapasitas jurnalisnya,” kata Tini.
Dia mengakui isu-isu krisis iklim selama ini belum menjadi pilihan utama redaksi-redaksi media massa di Sulawesi Tengah juga lantaran pengetahuan isu tersebut yang masih minim di kalangan jurnalis bahkan pengelola media massa.
Dialog yang dipandu jurnalis Liputan6.com, Heri Susanto itu sendiri digelar sebagai upaya agar publik; masyarakat, jurnalis, hingga pengambil kebijakan pemerintah daerah lebih memahami tanda-tanda kriris iklim yang sedang terjadi dan melakukan upaya adaptasi dan mitigasi. (Santo)