Komisi III DPR RI Desak Polda Sulteng Ungkap Aktor Intelektual di Balik Kematian Tahanan Polresta Palu

waktu baca 2 menit
Anggota Komisi III, Sarifuddin Sudding, meminta Polda Sulteng mengungkap kasus kematian Bayu Adhityawan, dalam rapat dengar pendapat bersama Kapolda Sulteng di Senayan, Jakarta, pada Senin (28/10/2024). (Foto: YouTube DPR RI/Tangkapan layar)

LIKEIN, JAKARTA – Komisi III DPR RI meminta Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah (Polda Sulteng) untuk mengungkap dugaan adanya aktor intelektual di balik kematian Bayu Adhityawan, seorang tahanan di Polresta Palu. Hal ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat bersama Kapolda Sulteng di Senayan, Jakarta, pada Senin (28/10/2024).

Dalam rapat tersebut, Komisi III menekankan pentingnya bagi tim penyidik untuk tidak hanya fokus mengungkap peristiwa kematian tersebut, tetapi juga menggali motif di balik tindakan pelaku.

“Jadi jangan kemudian ada satu orang yang aktor atau pelakunya, tapi aktor intelektual siapa? kan perlu diungkap. Ada hubungan apa pelapor dengan oknum polisi yang ada disitu. Jadi kita buka seluas-luasnya ini,” ungkap anggota Komisi III, Sarifuddin Sudding, dikutip dari kanal YouTube DPR RI, Selasa (29/10/2024).

Baca Juga :   Sepanjang 2022 Polda Sulteng Pecat 22 Anggota, 2 Orang Karena Kasus Asusila

Menurut Sarifuddin, penyelidikan ini harus dilakukan dengan prinsip kesetaraan di hadapan hukum.

“Kalau memang semangat kita, niat kita bahwa equality before the law itu kita kedepankan, semua orang sama di hadapan hukum, tanpa kecuali, siapapun itu,” ujarnya.

Sarifuddin juga mengapresiasi pemaparan Kapolda Sulteng dalam RDP kali ini, namun ia menyoroti bahwa hingga kini belum jelas bentuk kekerasan yang dilakukan Bayu terhadap istrinya yang melaporkan kasus ini. Apakah berupa pemukulan, ancaman nyawa, atau tindakan lain masih menjadi pertanyaan.

Kejanggalan lain yang disorot adalah waktu penanganan kasus ini yang terbilang singkat.

Baca Juga :   Canggihnya Teknologi ETLE yang Mampu Deteksi 4.172 Pelanggar Lalu Lintas di Palu

Laporan masuk pada 29 September 2024, diikuti dengan surat perintah penyelidikan pada hari yang sama.

Keesokan harinya, 1 Oktober, dimulai penyidikan dan pada 2 Oktober, dilakukan penahanan terhadap Bayu.

Kecepatan proses ini disebut menimbulkan kecurigaan publik akan adanya pihak tertentu yang terlibat sehingga penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ini berlangsung cepat.

“Itu harus dijelaskan kepada publik. Karena kita masih bertanya-tanya, ada dugaan, ada persepsi yang muncul, ini kalau tidak ada orang dalam dengan pihak pelapor, tidak mungkin kasus ini akan sesingkat itu untuk diproses. Bahkan terjadi penganiayaan terhadap korban sampai meninggal dunia,” tandas Sarifuddin. (Anggra/Inul)

Facebook Comments Box