Keterbatasan Akses Telekomunikasi di Morut Masih Jadi “PR” yang Belum Tuntas
LIKEIN, MORUT – Akses telekomunikasi yang terbatas dan belum merata di Kabupaten Morowali Utara (Morut) menjadi salah satu tantangan yang disebut harus dituntaskan bersama.
Morut menjadi salah satu daerah di Sulawesi Tengah yang masih menghadapi masalah telekomunikasi seperti akses internet, terutama di beberapa wilayah pedalaman atau terpencil.
“Jika diabaikan maka persoalan ini akan terus menyulitkan masyakarat dalam berkomunikasi dan mengakses informasi,” kata Wakil Ketua I DPRD Morowali Utara Wahyu Hidayat Sudirman (WHS) di Kolonodale, Sabtu (10/2/2024).
Meskipun upaya telah dilakukan melalui program Bakti dari Kementerian Komunikasi dan Informatika, namun kata Wahyu masih terdapat tantangan dalam meningkatkan kualitas sinyal.
Sebagai bagian upaya percepatan akses internet di Morut Wahyu mengaku pekan lalu telah berkoordinasi dengan pihak Diskominfo Sulteng agar persoalan itu menjadi prioritas dan diharapkan tahun ini masalah itu teratasi.
Kata Wahyu dampak terbatasnya akses internet sangat merugikan masyarakat. Masyarakat menjadi terbatas dalam mengakses layanan penting yang bisa dijangkau melalui telepon, internet, dan pesan. Aspek sosial, ekonomi, dan pendidikan juga merasakan dampaknya.
Oleh karena itu, Wahyu menilai diperlukan upaya serius dan komprehensif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah, operator telekomunikasi, dan masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan ini.
Upaya peningkatan infrastruktur telekomunikasi, investasi dalam teknologi yang lebih canggih, serta pemberdayaan masyarakat dalam mengelola dan memelihara infrastruktur telekomunikasi lokal dapat menjadi langkah-langkah yang efektif dalam meningkatkan akses komunikasi dan mengatasi permasalahan sinyal telekomunikasi di Morowali Utara.
“Saya berharap pihak Kominfo Morut bisa segera memberikan data-data yang dibutuhkan agar masalah ini segera teratasi,” tandasnya.
Terpisah, Kepala Diskominfo Morut, Ivan Mareoli menyebutkan salah satu permasalahan utama yang dihadapi adalah sinyal yang lemah di daerah blankspot.
Meskipun telah tercover oleh program Bakti, namun sinyal yang diterima masih mengalami kelemahan, menghambat akses masyarakat untuk melakukan komunikasi dan mengakses informasi dengan lancar.
“Pada dasarnya daerah blankspot di Morowali Utara sudah ter-cover dengan adanya program Bakti dari Kemenkominfo, cuma sinyalnya lemah,” jelasnya.
Tidak hanya itu, masih terdapat beberapa desa di Morowali Utara yang, meskipun bukan termasuk dalam kategori blankspot, namun mengalami masalah dengan kualitas sinyal yang kurang memadai.
Contohnya di Desa Uemasi dan Ueruru di Kecamatan Bungku Utara, serta Desa Togo di Kecamatan Petasia Barat. Meskipun telah mendapatkan sinyal, namun kualitasnya masih jauh dari optimal, menyulitkan masyarakat dalam menggunakan layanan telekomunikasi dengan baik.
Ia menambahkan, dalam Rakornas di Makassar September 2023 lalu, para pemangku kepentingan dari berbagai daerah yang telah mendapatkan pembangunan Base Transceiver Station (BTS) dari program Bakti menyampaikan usulan penting. Mereka mengusulkan agar kuota bandwidth tiap-tiap BTS ditingkatkan, untuk meningkatkan kualitas sinyal.
“Saat ini, kuota bandwidth yang tersedia hanya sebesar 2 Mbps, sementara menurut para ahli BTS yang turut serta dalam Rakornas, idealnya setiap BTS membutuhkan minimal 100 Mbps untuk dapat memberikan sinyal yang optimal,” sebut Ivan. (Santo)