Deretan Gempa Dahsyat di Palu yang Mesti Jadi Peringatan Buat Kamu

waktu baca 2 menit
Dampak gempa 28 September 2018, yang memicu likuefaksi di Kelurahan Petobo, Palu. (Foto: Heri).

LIKEIN, PALU – Gempa berskala besar di Kota Palu dan sekitarnya ternyata tidak hanya terjadi saat 28 September 2018 lalu. Catatan sejarah menyebut Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi beberapa kali pernah merasakan bencana serupa.

Gempa dengan korban jiwa dan luka yang tercatat oleh Belanda yang pertama terjadi tahun 1927. Surat kabar di Amsterdam kala itu melaporkan gempa terjadi 1 Desember, Kamis siang pukul 12.37 Wita dengan kekuatan 6 magnitudo.Tsunami lalu menerjang Teluk Palu.

Dalam laporan bertajuk ‘Hevige Aardbeving Te Donggala’ surat kabar tersebut juga mencatat akibat bencana itu, bangunan di Donggala, Palu, dan Sigi hancur. Di antaranya Dermaga Limbuo di Talise dan Pasar Biromaru yang sekarang jadi Gedung Ampera. Korban jiwa mencapai 14 orang dan 50 luka-luka. Kerugian akibat bencana itu senilai 50 ribu Gulden saat itu.

Baca Juga :   Kapolresta Palu Imbau Masyarakat Periksa Rumah Sebelum ke Kampung Halaman

Surat kabar Belanda, Bredasche Caurant, edisi 24 Mei juga melaporkan peristiwa bencana dahsyat di Teluk Palu. Yakni yang terjadi 20 Mei tahun 1938. Dampak dari gempa itu bahkan sampai ke Parigi Moutong.

60 rumah hancur oleh gelombang pasang yang merendam daratan hingga ratusan meter dari bibir pantai. Beberapa orang dinyatakan hilang.

Di Parigi, dilaporkan 9 orang dewasa dan 8 anak-anak tewas oleh tsunami. Jalan darat antara Tawaeli dan Parigi rusak. Gempa ini menewaskan 22 orang dan sekitar 15 orang hilang.

Gempa itu juga mengguncang seluruh Pulau Sulawesi dan sebagian Kalimantan, serta memunculkan tsunami di Teluk Tomini. Akibatnya 50 orang tewas dan 50 orang luka-luka.

Penelitian BMKG dan Universitas Tadulako puluhan tahun setelah peristiwa itu menyebut kekuatan gempa di tahun 1938 tersebut mencapai 7,6 magnitudo.

Baca Juga :   Gelar Wisuda di Awal Tahun, Rektor Untad Bilang Awal Baik

Lalu yang terakhir dan masih lekat diingatan adalah gempa 7,4 magnitudo September tahun 2018, yang menewaskan lebih dari 4.000 orang di Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong.

Deretan bencana dengan dampak besar itu menurut Koordinator Komunitas Sejarah Sulawesi Tengah, Mohamad Herianto, merupakan bukti rentannya wilayah Sulteng. Kejadian tersebut mestinya menjadi modal pengetahuan untuk bersikap dan beradaptasi.

“Harusya itu menjadi modal kita memperkuat mitigasi berbasis kultural. Pemerintah harus hadir terkait reproduksi ingatan-ingatan itu, dengan cara memasukannya (mitigasi Kultural) ke dalam bahan ajar bagi siswa-siswi di Lembah Palu,” Herianto menjelaskan, Kamis, 29 September 2022. (Santo)

Facebook Comments Box