Ahli Farmakologi Untad Jelaskan Penggunaan Ganja Untuk Medis

waktu baca 2 menit
Ilustrasi daun ganja, Foto : pixabay

LIKEIN, PALU – Ahli Farmakologi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universutas Tadulako (Untad) Palu, menjelaskan terkait penggunaan ganja untuk medis.

Ahli Farmakologi FMIPA, Untad Palu, Yuliet, mengatakan, ganja asli tidak diperbolehkan untuk digunakan mengingat kandungan zat aktif yang beresiko bikin ketagihan manusia.

“Ganja utuh sangat tidak di anjurkan namun berbagai macam turunannya telah dibuat secara kimia dibelahan eropa untuk pengembangan uji laboratorium juga sarana Ilmu pengetahuan alam,” ucapnya saat ditemui likein.id, pada Selasa 26 Juli 2022.

Yuliet menuturkan, tanaman ganja ada bermacam-macam namun terdapat tiga spesies dengan kandungan Tetrahidrokanabinol yang berbeda.

“Untuk penyakit Celebral Palsy dan beberapa penyakit syaraf lainnya obatnya bukan ganja utuh berupa Simplisia dan daun kering akan tetapi isinya beserta mekanisme kerjanya berbeda melalui tahap laboratorium hingga jadi kimia,” tuturnya.

Ia menjelaskan, pada kasus tertentu apabila tidak ada obat yang bisa digunakan itupun sebenarnya bukan ganja medis.

“Selain ganja medis, ada berupa Simplisia dalam bentuk daun dan dikeringkan akan tetapi melalui tahap kembang menjadi bahan kimia,” jelasnya.

Saat ini, Farmasi FMIPA Untad mengembangkan anti virus serta beberapa tanaman yang belum di sentuh berasal dari kekayaan lokal yakni area Kabupaten Morowali, Alindau dan Tolitoli.

“Tanamannya seperti Benalu Batu, Hibiscus, daun Eboni, Kelor dan jamur endofit,” sambunganya.

“Kami belum fokus kepada obat yang mempengaruhi sistem syaraf pada umumnya namun Pemerintah lebih banyak menekankan penyakit degeneratif yakni diabetes, hipertensi dan anti virus,” pungkasnya.

Sementara, Ketua Jurusan Farmasi FMIPA Untad, Syariful Anam, menambahkan, Untad FMIPA satu-satunya kampus yang mengembangkan dan konsen terhadap pencarian obat alternatif yang berasal dari sumber Alam daerah Sulawesi Tengah (Sulteng) khususnya Kota Palu.

“Saat ini kami melakukan tahap awal untuk pengembangan di laboratorium, untuk status nyawa 5-10 tahun akan tetapi masih di uji pada hewan,” tandasnya.(Sadam/Fadhila)

Facebook Comments Box