Lowongan Kerja Tanpa Batas Usia Masih Sekadar Mimpi, Keputusan MK: Batasan Usia di Loker Tidak Langgar Konstitusi
LIKEIN, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan untuk meninjau ulang ketentuan hukum yang membatasi usia pelamar kerja di Indonesia.
Dalam putusan sidang yang digelar pada Selasa (30/7/2024) lalu, sembilan hakim MK menegaskan bahwa Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak bertentangan dengan prinsip non-diskriminasi sebagaimana yang diatur dalam konstitusi.
“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo bersama dengan delapan hakim konstitusi lainnya, dikutip dari laman resmi MK, Jumat (2/8/2024).
Pemohon dalam kasus ini, Leonardo Olefins Hamonangan, warga Bekasi, menantang legalitas pasal tersebut dengan alasan bahwa pembatasan usia dalam lowongan pekerjaan berpotensi menjadi alat diskriminasi.
Leonardo mengungkapkan bahwa persyaratan usia sering kali tidak relevan dengan kompetensi yang dibutuhkan, sehingga membatasi kesempatan bagi tenaga kerja yang lebih berpengalaman namun berusia lebih tua.
Dalam permohonannya, Leonardo membandingkan dengan praktik internasional, seperti di Jerman dan Amerika Serikat, di mana peraturan ketat melarang diskriminasi berdasarkan usia.
Ia menyatakan bahwa negara-negara tersebut memiliki mekanisme yang lebih baik untuk mengatasi masalah ini, memberikan kesempatan hukum bagi warga negara yang mengalami diskriminasi dalam pekerjaan.
“Sangat disayangkan negara Indonesia tidak ada suatu aturan khusus atau spesifik memberikan kebebasan kepada warga negaranya apabila mengalami diskriminasi atas persyaratan lowongan pekerjaan,” kata Leonardo.
Sementara dalam pertimbangan hukum MK, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan bahwa tindakan diskriminatif dalam konteks hak asasi manusia harus didasarkan pada agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik.
Arief mengatakan, batasan diskriminasi tersebut tidak terkait dengan batasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan.
“Sehingga menurut Mahkamah tidak terkait dengan diskriminasi dalam mendapatkan pekerjaan,” kata Arief.
Arief menegaskan pentingnya pengaturan tenaga kerja yang seimbang, yang tidak hanya melindungi hak-hak pekerja tetapi juga mempertimbangkan kebutuhan dunia usaha yang sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan pekerja.
Dia juga menambahkan bahwa pembatasan usia tidak dianggap sebagai tindakan diskriminatif selama persyaratan tersebut berlandaskan kebutuhan dan kemampuan posisi yang ditawarkan oleh pemberi kerja.
“Terlebih, pengaturan mengenai larangan diskriminasi bagi tenaga kerja telah tegas dinyatakan dalam Pasal 5 UU 13/2003,” imbuh Arief.
Namun, tidak semua anggota Mahkamah setuju dengan putusan ini.
Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah menyampaikan dissenting opinion, menyatakan bahwa seharusnya MK memberikan penilaian lebih mendalam tentang implikasi diskriminatif dari norma yang ada.
Menurut Guntur, frasa “merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan” dalam pasal tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum.
Ia menyoroti potensi penyalahgunaan oleh pemberi kerja yang mungkin menetapkan kriteria subjektif seperti penampilan fisik.
“Saya berpandangan, adanya lowongan pekerjaan yang mensyaratkan adanya usia tertentu memang dapat menghambat masyarakat yang sejatinya memiliki kompetensi dan pengalaman lebih namun terhalang usia,” katanya.
Guntur menegaskan bahwa norma hukum yang tidak jelas bisa menimbulkan ketidakpastian dan menimbulkan konflik antara pencari kerja dan pemberi kerja.
Ia juga menekankan pentingnya penegasan dalam undang-undang untuk melarang diskriminasi yang tidak relevan dalam persyaratan pekerjaan. (Inul)